Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyampaikan catatan evaluasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2017. Pilkada telah dilaksanakan di 101 daerah terdiri atas tujuh provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota.
“Melibatkan 44,4 juta pemilih dengan total biaya APBD (anggaran pendapatan belanja daerah) Rp 5,8 triliun,” kata Tjahjo dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (14/10).
Dia menuturkan, pilkada diikuti sebanyak 310 pasangan calon (paslon). Terdapat 24 paslon gubernur dan wakil gubernur, 236 calon bupati dan wakil bupati serta 59 calon wali kota dan wakil wali kota. Jumlah paslon tunggal meningkat jika dibandingkan dengan Pilkada Serentak 2015.
“Dari tiga paslon pada 2015, menjadi sembilan paslon pada 2017,” ujarnya.
Dia menambahkan, angka partisipasi pemilih meningkat tajam rata-rata mencapai 74,2 persen, dibanding 2015 pada angka 65-70 persen.
“Secara umum, pilkada berjalan sukses dan terjadi lonjakan tingkat partisipasi yang tinggi pada beberapa daerah, misalnya DKI Jakarta,” imbuhnya.
Menurutnya, walau Pilkada Serentak 2017 berjalan lancar, terjadi pemungutan suara ulang (PSU) di 71 tempat pemungutan suara (TPS). Konflik pasca pilkada juga terjadi pada lima kabupaten di Papua.
Dia mengungkapkan, animo masyarakat begitu tinggi terhadap pilkada. Meski beberapa daerah masih terkendala dengan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), tetapi kebijakan surat keterangan cukup efektif untuk mengatasinya.
Dari 310 paslon yang berkompetisi, dia menyatakan, masih belum berkembang budaya siap kalah dan siap menang. “Masih ada pengerahan massa yang anarkis, karena tidak menerima kekalahan,” tukasnya.
Dia juga menyatakan, perlu penguatan integritas dan kapasitas penyelenggara pilkada. Sebanyak 37 pengaduan ke Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu (DKPP), terkait dengan penyelenggara.
Dia menuturkan, parpol harus memberikan pendidikan politik yang lebih baik. Sebab, sebanyak 69 paslon maju tidak melalui parpol.
Peran media massa, masih kata Tjahjo, harus dioptimalkan untuk pilkada yang lebih baik. Dengan begitu, tidak dimanfaatkan untuk menyebarkan hoaks oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Perlu bersinergi dengan asosiasi media-media,” ujarnya.
Dia menambahkan, dukungan pemerintah untuk memetakan potensi konflik dan identifikasi kerawanan pra dan pasca pilkada, harus dioptimalkan. “Perkuat koordinasi dengan jajaran badan intelijen daerah dan kepolisian di daerah,” tambahnya.
Copyright 2013 @ Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politk - Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia