Tahapan Pemilu 2019 bakal berlangsung pada Juni 2017. Tahapan itu berpotensi terganggu, apabila Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggara Pemilu tetap belum rampung.
Akan tetapi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo masih optimis RUU tersebut dapat disahkan pada April 2017. "Tahapan baru pertengahan 2017. Kalau Oktober ini kita serahkan RUU ke DPR, ada waktu pembahasan hingga disahkan April 2017," kata Tjahjo di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Jakarta, Selasa (18/10).
Sekadar diketahui, RUU Penyelenggaraan Pemilu setelah disahkan akan menjadi payung hukum pelaksanaan Pemilu 2019. RUU Penyelenggaraan Pemilu merupakan penyatuan tiga undang-undang (UU) yaitu UU Nomor 8/2012 tentang Pemilu Legislatif (Pileg), UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) serta UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Saat ini, draf RUU masih belum diserahkan ke DPR.
"Kami merapikan dulu drafnya. Menyajikan secara komprehensif ke DPR supaya nanti tidak menimbulkan uji materi ke MK (Mahkamah Konstitusi)," ujarnya.
Dia mengungkapkan, draf tengah dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Sekretariat Negara (Setneg). "Arahan Presiden, aspirasi masyarakat dan kedaulatan partai politik harus diserap dengan baik. Kami ingin sajikan yang sempurna ke DPR," ungkapnya.
Oleh karena itulah, dia menyampaikan permohonan maaf dengan keterlambatan penyerahan draf. "Saya minta maaf kepada anggota DPR kalau dianggap terlambat, semata-mata kami ingin sajikan yang terbaik," katanya.
"Mudah-mudahan minggu ini draf final sudah selesai, oleh Setneg akan disampaikan ke Bapak Presiden, minggu ini kami yakin rampung."
Sementara itu, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemdagri, Soedarmo mengatakan, kepastian surat amanat presiden draf RUU Penyelenggara Pemilu menunggu keputusan Presiden. "Tinggal tunggu beliau. Sekarang masih di Setneg," kata Soedarmo.
Dia memastikan tidak ada kendala dalam harmonisasi. "Enggak ada kendala," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, dampak paling besar atas belum diserahkannya RUU Penyelenggaraan Pemilu yakni ketergesaan waktu pembahasan. "Hal yang jadi kekhawatiran, kita tidak bisa menjamin kualitas substansi yang dibahas," kata Titi.
Dia menyatakan, pemerintah terkesan tidak menempatkan RUU Penyelenggaraan Pemilu sebagai prioritas. Padahal, lanjutnya, Pemilu 2019 merupakan peristiwa politik luar biasa, karena pemilihan presiden, wakil presiden dan anggota DPR, DPD, DPRD berlangsung serentak. "Pemerintah seperti gagap akan krusialnya peristiwa Pemilu 2019," tukasnya.
"Kalau Presiden memahami dan memprioritaskan Pemilu 2019, mestinya RUU ini dibahas pada 2015. Pemerintah kecolongan dan terkesan tidak mengambil ini sebagai prioritas sejak awal."
sumber : beritasatu.com
Copyright 2013 @ Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politk - Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia